Rabu, 18 Maret 2020

Kisah Tukang Ojek Sepeda yang Menginspirasi

Siapa sangka jika sikap jujur ternyata mampu mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mirip pada kisah-kisah di sinetron, tapi hal ini memang nyata terjadi pada kehidupan seorang pria bernama Entis geneng. Dari yang dulunya hanya seorang tukang ojek sepeda di Yogyakarta, pria lulusan SD ini berhasil menjadi pengusaha kaya raya.
Tak hanya itu, Entis merupakan seorang pengusaha di Fribourg, Swiss, yang fasih berbahasa asing. Seperti Inggris British dan Inggris Amerika, Italia, Jerman, dan Perancis. Jauh dari kehidupannya dahulu sebagai tukang ojek sepeda, kisah pria yang bersekolah di SD Kepuh Yogyakarta ini sangat berliku dan penuh petuah yang inspiratif.

Sebelum dikenal sukses sebagai pengusaha, pria bernama asli Sutisna  ini merupakan seorang tukang ojek sepeda yang biasa membawa sayuran dari sebuah tempat yang bernama Geneng di Prawirotaman, Yogyakarta sekitar tahun 1992. Karena sering berada di sana, nama Geneng pun tersemat pada dirinya. Jadilah Entis Geneng pembawa sayur dengan sepeda miliknya.


Meski hanya menjadi seorang tukang ojek sepeda, toh Entis memiliki prinsip hidup langka yang tak banyak dimiliki orang lain di negeri sebesar Indonesia ini, yakni kejujuran. Bahkan dengan hal itu pula, siapa sangka jika nasib Entis berubah 180 derajat. Peristiwa itu berawal saat dirinya menemukan sebuah tas berisi uang dollar pada tahun 1992 di sekitar Prawirotaman, Yogyakarta.

Uang dollar yang berada di dalam tersebut bernilai sebesar Rp42 miliar. Pada tahun 1992, jumlah demikian sangatlah besar. Tentu hal ini bakal menjadi godaan bagi siapa saja yang memilikinya. Termasuk Entis yang pada saat itu menemukan tas tersebut. Meski merasa mendapatkan rejeki besar, ia tak lantas merasa gelap mata.

Tak lama, Entis pun membawa pulang tas tersebut dan ditunjukkan pada sang ibu. “Temuan uang tersebut saya ceritakan ke ibu, saya bilang kita bisa beli rumah, mobil dan lain-lain. Ini uang banyak sekali, mobil Carry yang bagus waktu itu harganya Rp 14 juta,” kata Entis Geneng saat bertutur di kediamannya, di Fribourg, Swiss yang dikutip dari News.koranbernas.id


Karena disebutkan bisa digunakan untuk membeli mobil, sang ibu menasehatinya jika terjadi apa-apa (kecelakaan) dengan mobil tersebut, malah jadi masalah yang menakutkan keluarganya. “Kalau nanti nyetir terus terjadi sesuatu malah bablas (Kecelakaan-red), piye (bagaimana) malah medeni (mengerikan),”ujar Iyem sang ibu.

Akhirnya, Entispun mengembalikan uang tersebut ke pemiliknya – yang ternyata berasal Swiss bernama barks Morandi dan sang istri yang menginap di hotel Elang, setelah mencari dan bertanya ke sana kemari. Usai mengembalikan uang, Entis tak mendapatkan ‘hadiah’ apa pun sebagai balas jasa atas kejujurannya tersebut.

Yang ada, malah sepedanya yang hilang karena tak digembok saat diparkir di areal hotel. Ibarat pepatah, “sudah jatuh tertimpa tangga”, Entis menerima nasibnya kala itu dengan besar hati. “Ya sudah mau apalagi, pulang jalan kaki. Semua saya ceritakan ke orang tua, ya bagaimana lagi,” kata Entis Geneng yang dikutip dari News.koranbernas.id

Namun tak lama kemudian, pasangan suami istri itu kembali menemui Entis lewat alamat KTP yang difotonya saat ia mengembalikan uang tersebut. Keduanya langsung menuju Yogyakarta usai bepergian dari Bali. Oleh mereka, sosok Entis dinilai spesial karena kejujurannya yang luar biasa tersebut. Pada tahun 1992 pula, tukang ojek sepeda jujur itu akhirnya diajak ke Swiss sebagai ungkapan rasa terimakasih mereka. 

Selama berada di Swiss, Entis diajari cara bercocok tanam karena Barks Morandi dan istrinya ternyata seorang petani. Tiga tahun berlalu dihabiskan oleh Entis dengan bertani. Ia pun sudah dianggap sebagai anak sendiri oleh pasangan suami istri asal Swiss tersebut. Sayang, kehangatan tersebut tak lama terjalin lantaran orang tua angkatnya itu meninggal dunia karena penyakit gula.
Sebelum meninggal dunia, Barks Morandi dan sang istri mewasiatkan agar seluruh harta dan kekayaanya diwariskan pada Entis. Di ujung kehidupannya itu, pasangan suami istri itu masih mengingat akan kejujuran Entis di masa lalu. Sebuah sikap yang berhasil meluluhkan hati mereka. Akhirnya setelah enam bulan kedua orang tuanya wafat, seluruh harta kekayaan yang ditinggalkan menjadi milik Entis. 

Menjalani kehidupan di Swiss, Entis menjalani usaha sebagai distributor kopi untuk cafe-cafe yang berada di sana. Bahkan saat pulang ke Yogyakarta, ia tak lupa dengan rekan-rekannya sesama tukang ojek sepeda dan kerap ikut ‘narik’ bersama mereka. Entis pun dianggap sebagai sosok yang menginisiasi Persatuan Perkumpulan Pengemudi Becak Prawirotaman (P2BP) di Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar